
Kondisi Listrik yang Memburuk di Iran
Warga Iran kini menghadapi pemadaman listrik yang berkepanjangan, mencapai empat jam per hari di berbagai kota, termasuk ibu kota Teheran. Hal ini terjadi di tengah gelombang panas ekstrem yang mencapai suhu 50 derajat Celsius. Meskipun Kementerian Energi menyatakan bahwa pemadaman listrik dibatasi maksimal dua jam sehari, kenyataannya sering kali lebih dari itu.
Pemadaman listrik sering terjadi dua kali dalam sehari, masing-masing selama dua jam. Pemadaman ini sering kali tidak disertai pemberitahuan resmi, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan bagi warga. Situasi ini memicu frustrasi publik yang semakin meluas, terutama karena dampak ekonomi yang signifikan. Banyak usaha kecil mengalami kerugian akibat kerusakan alat elektronik dan gangguan operasional.
Banyak pengguna media sosial mengeluh tentang ketidakteraturan jadwal pemadaman serta distribusi yang dinilai tidak adil. Mereka juga menyebut informasi dari saluran resmi pemerintah tidak akurat dan tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Di kota Fereydunkenar, Provinsi Mazandaran, kemarahan warga memuncak pada Senin (4/8) malam. Sejumlah penduduk berkumpul di depan kantor distribusi listrik lokal untuk menyampaikan keluhan mereka.
Dalam video yang beredar, seorang pemilik toko mengungkapkan bahwa ia terpaksa membuang dagangan buah-buahannya setiap hari karena listrik yang terus padam. Hal ini membuatnya kesulitan membayar sewa maupun gaji karyawan. Aksi serupa juga terjadi di kota Sabzevar dan Khomam pekan lalu, di mana warga menggelar protes di depan kantor pemerintah setempat sebagai bentuk perlawanan terhadap pemadaman listrik yang terus-menerus.
Meski Kementerian Energi telah berjanji untuk membatasi durasi pemadaman dan menghindari gangguan pada malam hari, kenyataannya pemadaman gelombang kedua sering terjadi pada jam-jam istirahat dan puncak konsumsi. Ironisnya, pemadaman ini tidak tercatat di sistem resmi “Bargh-e-Man”, aplikasi pelaporan milik pemerintah. Kekacauan informasi juga terlihat dari perbedaan sumber pemberitahuan.
Di beberapa kota, jadwal pemadaman diumumkan oleh dewan kota atau pemerintah daerah, bukan langsung dari Kementerian Energi. Hal ini memperjelas adanya ketidaksinkronan dan kurangnya koordinasi dalam manajemen krisis energi.
Pemadaman listrik ini berlangsung bersamaan dengan gelombang panas ekstrem yang belum pernah terjadi sebelumnya di Iran. Kondisi ini memperburuk kesulitan warga yang sudah sangat menderita. Namun hingga kini, kerugian sosial dan ekonomi akibat pemadaman belum mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Iran memang telah lama bergulat dengan krisis energi akibat infrastruktur pembangkit listrik yang menua, sanksi internasional yang menghambat impor suku cadang penting, dan lonjakan permintaan listrik saat musim panas. Penggunaan pendingin udara meningkat drastis, sehingga menambah beban sistem listrik.
Dengan suhu yang terus melonjak dan sistem distribusi energi yang tidak stabil, krisis listrik di Iran semakin memperlihatkan kegagalan struktural pemerintah dalam menjamin kebutuhan dasar warganya di tengah situasi darurat iklim.