
Sidang Sengketa Lahan di Kota Jambi Kembali Bergulir
Sidang sengketa perdata antara dua pengusaha ekspedisi di Jambi kembali berlangsung. Dalam persidangan ini, tiga orang saksi fakta mengungkapkan keheranan mereka karena patok resmi Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah ada sejak tahun 1995, namun lahan tersebut masih digugat.
Sidang perkara perdata Nomor 252/Pdt.G/2024/PN Jmb berlangsung pada hari ini, Rabu (6/8/2025). Persidangan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Deny Firdaus dengan hakim anggota Suwarjo dan Otto Edwin.
Dalam sidang kali ini, hadir tiga orang saksi fakta dari pihak tergugat Budiharjo, yaitu Supawi, Gadug Situmeang, dan Jeri Mokoginta. Mereka memberikan kesaksian terkait batas lahan yang telah ditentukan sejak lama.
Penggugat dalam kasus ini adalah Pendi, sedangkan tergugatnya adalah Budiharjo dan Hendri serta turut tergugat BPN Kota Jambi. Budiharjo merupakan menantu dari Hendri. Kuasa hukum penggugat Pendi adalah Unggul Garfli, sementara kuasa hukum Budiharjo adalah Jay Tambunan.
Permasalahan dalam kasus ini berkaitan dengan sengketa lahan di perbatasan gudang ekspedisi milik penggugat dan tergugat di Jalan Lingkar Selatan RT 2 Kelurahan Talang Gulo, Kota Jambi.
Tergugat Budiharjo mengaku heran karena lahan mereka masih digugat meskipun batas patok resmi BPN sudah ada sejak lahan dibeli pada tahun 1995 dengan sertifikat tahun 1994. Sementara itu, tergugat Pendi membeli lahan belakangan pada tahun 2017 dengan sertifikat tahun 2002.
“Hari ini kita menghadirkan tiga saksi fakta untuk membuktikan bahwa lahan klien kami, Budiharjo dan Hendri, memiliki patok resmi dari BPN dan patok tersebut masih ada, tak pernah bergeser dari dulu sampai sekarang,” kata Jay Tambunan.
Dalam persidangan, saksi fakta Supawi mengaku tahu persis sejarah lahan Hendri yang kini dikuasai anaknya (Rita dan Budiharjo). Ia ikut membersihkan lahan seluas 3,6 hektare di Jalan Lingkar Selatan pada tahun 1995.
“Saya ikut membersihkan lahan pada tahun 1995, dulu kawasan itu masih penuh ilalang dan pepohonan. Lahan dibeli Hendri dari ahli waris H Alimudin yang sudah bersertifikat sejak 1994 dan ada patoknya,” kata saksi Supawi.
Supawi mengaku membersihkan lahan berdasarkan patok BPN yang ada. Pembersihan dilakukan sejumlah pegawai Hendri dengan menggunakan alat berat. “Patok ada resmi dari BPN, pada tahun 1995 saya lihat dan tak pernah bergeser,” tambah Supawi.
Ia juga mengaku heran karena lahan di bagian selatan pada tahun 1995 yang dia ratakan dengan alat berat sempat diklaim penggugat Pendi sebagai jalan umum. “Tidak ada jalan umum. Ini jalan pribadi milik Pak Hendri dan Budiharjo. Sebenarnya bukan jalan, tetapi karena sering dilewati kendaraan berat jadi seperti terbentuk jalan,” imbuh Supawi.
Kesaksian senada juga disampaikan oleh Gadug Situmeang. Ia mengaku tahu persis batas lahan milik Hendri dan kini dikuasai menantunya, Budiharjo. “Kalau disebut ada jalan umum itu bikin heran. Karena saya sendiri yang meratakan lahan yang konturnya miring. Kita dulu bukan bikin jalan, tetapi meratakan lahan,” ujarnya.
Sementara itu, saksi fakta Jeri Mokoginta mengungkapkan bahwa patok lahan milik Hendri dan Budiharjo sangat jelas sejak tahun 1995 hingga sekarang. Keberadaan patok terbukti dengan penggugat Pendi membangun tembok bangunannya tidak melebihi garis patok. “Makanya jadi bingung kalau lahan milik Hendri dan Budiharjo sebagian digugat sama Pendi, kan garis patoknya sudah jelas,” ucap Jeri.
Di sisi lain, kuasa hukum penggugat Pendi, Unggul Garfli, meminta saksi fakta untuk melihat batas tanah berdasarkan sertifikat, bukan patok BPN. Permintaan ini mendapat protes dari Jay Tambunan, kuasa hukum Budiharjo. “Keberatan karena saksi fakta bukan ahli membaca sertifikat. Saksi fakta hanya melihat fisik lahan yakni patok-patok BPN,” kata Jay Tambunan.
“Kalau untuk membaca sertifikat itu nanti kita hadirkan saksi ahli,” tutupnya.