
Penyaluran Bantuan Sosial Kembali Disorot
Penyaluran bantuan sosial (bansos) kembali menjadi perhatian masyarakat setelah ditemukan bahwa banyak pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dokter, dan eksekutif menerima bansos yang seharusnya ditujukan bagi masyarakat miskin. Hal ini memicu kekhawatiran terkait efektivitas program perlindungan sosial yang selama ini dijalankan pemerintah.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau lebih dikenal sebagai Gus Ipul mengatakan bahwa Kementerian Sosial sedang melakukan pembenahan data penerima bansos agar penyalurannya lebih tepat sasaran. Ia menegaskan bahwa langkah ini dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang penggunaan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).
Perbaikan Data Penerima Bansos
Temuan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan bahwa sebanyak 27.932 pegawai BUMN, 7.479 dokter, dan lebih dari 6.000 eksekutif atau manajer menerima bansos. Angka ini menunjukkan adanya kesalahan dalam pendataan, sehingga diperlukan upaya perbaikan agar bansos benar-benar sampai kepada yang berhak.
DTSEN adalah integrasi dari tiga pangkalan data utama, yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Konsolidasi data ini akan diuji silang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) milik Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan akurasi dan validitas.
Masalah Pembaruan Data
Menurut Gus Ipul, banyak penerima bansos yang tercatat selama lebih dari satu dekade tanpa pembaruan data. “Kita tahu penerima bansos ini ada yang lebih dari 10 sampai 15 tahun, sehingga perlu dikoreksi,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pemutakhiran data melalui aplikasi Cek Bansos yang menyediakan fitur “usul” dan “sanggah”.
Sayangnya, kesadaran masyarakat untuk mengoreksi data masih rendah. Dari lebih dari 500 ribu pengajuan yang masuk, hanya kurang dari 10 ribu sanggahan yang tercatat. Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan publik dalam memastikan bansos tepat sasaran masih perlu ditingkatkan.
Evaluasi Program Bansos
Kemensos juga menyatakan bahwa program bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) akan terus dievaluasi. Dengan anggaran sekitar Rp75 triliun per tahun, pemerintah berharap bantuan sosial dapat benar-benar menjangkau mereka yang membutuhkan.
Dengan perbaikan data dan sistem yang lebih transparan, pemerintah berharap kesalahan penyaluran bansos dapat diminimalisir. Gus Ipul menutup pernyataannya dengan harapan bahwa ke depan, bansos tidak hanya menjadi alat bantu, tetapi juga sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Langkah-Langkah yang Dilakukan
Beberapa langkah telah diambil untuk memperbaiki sistem penyaluran bansos. Selain integrasi data, pemerintah juga memberikan akses kepada masyarakat melalui aplikasi digital seperti Cek Bansos. Fitur-fitur seperti “usul” dan “sanggah” dirancang untuk memudahkan masyarakat dalam memperbaiki data pribadi mereka.
Selain itu, pemerintah juga melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam pemutakhiran data. Hal ini bertujuan agar semua penerima bansos benar-benar layak menerima bantuan tersebut.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun ada upaya perbaikan, tantangan tetap ada. Salah satunya adalah rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengajukan perbaikan data. Selain itu, proses pemutakhiran data juga membutuhkan waktu dan sumber daya yang cukup besar. Namun, pemerintah tetap optimis bahwa dengan kolaborasi antara pihak terkait dan partisipasi masyarakat, sistem bansos bisa menjadi lebih efektif dan transparan.
Dengan langkah-langkah yang diambil, pemerintah berharap dapat menciptakan sistem bantuan sosial yang lebih adil dan tepat sasaran, sehingga mampu membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan.