
Uni Eropa Minta China Hentikan Sanksi terhadap Dua Bank Lithuania
Uni Eropa (UE) menyerukan agar Tiongkok mencabut sanksi terhadap dua bank asal Lithuania, yaitu Urbo Bank dan Mano Bank. Hal ini dilakukan karena UE menganggap sanksi tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Pengumuman sanksi oleh Beijing dilakukan pada hari Rabu (13/8/2025), sebagai respons terhadap tindakan UE yang menjatuhkan sanksi terhadap dua bank China, yaitu Heihe Rural Commercial Bank dan Heilongjiang Suifenhe Rural Commercial Bank. Sanksi tersebut merupakan bagian dari paket ke-18 UE terhadap Rusia, yang diadopsi pada Juli dan berlaku sejak 9 Agustus 2025.
Di markas besar UE di Brussels, juru bicara Komisi Eropa Olof Gill memberikan pembelaan terhadap kebijakan yang diambil oleh blok tersebut. Ia menyatakan bahwa Tiongkok harus menghormati masalah yang telah diidentifikasi oleh UE. “Sanksi kami adalah inti dari upaya kami untuk meminimalkan efektivitas mesin perang Rusia,” ujarnya.
Kementerian Perdagangan China (MOFCOM) menilai bahwa sanksi UE melanggar hukum internasional. Berdasarkan Undang-Undang Anti-Sanksi Asing, China melarang organisasi dan individu di negaranya untuk bertransaksi atau bekerja sama dengan Urbo Bank dan Mano Bank sebagai tindakan balasan timbal balik.
Sanksi China Dianggap Tidak Berdampak pada Lithuania
Bank Sentral Lithuania menyatakan bahwa kedua bank yang dikenai sanksi tersebut tidak memiliki operasi di Tiongkok, sehingga dampaknya hanya bersifat simbolis. Pernyataan yang dikeluarkan pada Rabu (13/8/2025) menegaskan bahwa keputusan Beijing tidak akan memengaruhi sistem keuangan negara maupun aktivitas operasional bank terkait. Model bisnis keduanya fokus pada pasar domestik.
Marius Arlauskas, Kepala Administrasi Urbo Bank, juga memberikan penjelasan. Ia menyatakan bahwa karena tidak memiliki kemitraan bisnis dengan individu atau entitas hukum Tiongkok, sanksi tersebut tidak akan berdampak pada aktivitas Urbo Bank dan implementasi peraturan prudensial.
Sejarah Ketegangan Hubungan China-Lithuania
Perseteruan antara China dan Lithuania sudah berlangsung selama beberapa tahun. Ketegangan ini dipicu oleh hubungan negara Baltik tersebut dengan Taiwan. Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan melarang negara lain menjalin hubungan resmi dengannya. Pada 2021, China mengusir duta besar Lithuania setelah Vilnius mengizinkan Taiwan membuka kantor perwakilan di ibu kotanya.
Setahun lalu, ketegangan kembali memanas. Lithuania mengusir diplomat China setelah sebuah kapal milik China dicurigai terlibat dalam insiden pemutusan dua kabel data bawah laut, salah satunya menghubungkan Lithuania dengan Swedia. Peristiwa itu semakin memperburuk hubungan kedua negara.
Akademisi China Mendukung Kebijakan Sanksi Beijing
Dilansir dari Global Times, Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa sanksi UE merugikan perusahaan-perusahaan China dan melemahkan kerja sama kedua pihak. Jian Junbo, Direktur Center for China-Europe Relations di Fudan University, menyebut langkah UE sebagai tindakan yang sepihak dan hegemonik sehingga wajar jika Beijing memberikan balasan.
Sementara itu, Li Haidong dari China Foreign Affairs University menilai kebijakan tersebut merupakan tanggapan yang jelas dan beralasan terhadap yurisdiksi jarak jauh UE. China juga meminta UE menghentikan praktik keliru, menjatuhkan sanksi pada entitas asal China. Wakil Presiden China Institutes of Contemporary International Relations, Zhang Jian, mengatakan bahwa balasan Beijing bersifat timbal balik dan tepat waktu, serta mendesak UE untuk tidak memperkeruh ketegangan.
Isu Terkini Mengenai Lithuania
Lithuania baru-baru ini mengambil sikap yang kontroversial dengan mendukung Israel, sehingga memutuskan tidak akan mengakui Palestina. Selain itu, Lithuania juga meminta NATO untuk memperkuat pertahanan udara, mengingat ancaman dari Rusia. Negeri ini juga berencana membangun tembok drone untuk mencegah ancaman dari Rusia.