
Perjuangan Berdarah untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Setelah proklamasi kemerdekaan yang dibacakan pada 17 Agustus 1945, Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Pasca-peristiwa bersejarah tersebut, pasukan Sekutu dan tentara Belanda (NICA) datang ke Indonesia dengan niat untuk menjajah kembali. Hal ini memicu serangkaian pertempuran penting di berbagai wilayah Indonesia yang menjadi bagian dari perjuangan rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan.
Pertempuran Medan Area
Pertempuran Medan Area terjadi setelah proklamasi kemerdekaan. Pada tanggal 9 Oktober 1945, pasukan Sekutu yang dipimpin oleh T.E.D Kelly melakukan pendaratan di Medan, Sumatra Utara. Mereka bermaksud mengambil alih pemerintahan. Insiden di Hotel Jalan Bali, Kota Medan, menjadi awal dari konflik antara rakyat Indonesia dan pasukan Sekutu.
Pasukan Sekutu memberikan ultimatum agar bangsa Indonesia menyerahkan senjata. Namun, hal itu tidak dihiraukan. Pada 1 Desember 1945, mereka memasang papan “Fixed Boundaries Medan Area” sebagai tanda batas wilayah. Hal ini memicu semangat perlawanan. Puncaknya, pada 10 Desember 1945, Sekutu melancarkan serangan besar-besaran. Pada April 1946, Medan akhirnya jatuh ke tangan Sekutu. Perlawanan tetap berlangsung hingga 10 Agustus 1946 di Tebing Tinggi.
Komando Resimen Laskar Rakyat dibentuk untuk memperkuat perlawanan. Wilayah Sumatra seperti Berastagi, Bukit Tinggi, Padang, dan Aceh juga menjadi tempat pertempuran.
Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya
Di Surabaya, konflik mulai muncul sejak Oktober 1945. Pasukan Sekutu dan NICA datang di bawah pimpinan Jenderal A.W.S. Mallaby. Tujuan mereka adalah membebaskan tawanan sekutu. Mereka menduduki Gedung Internatio dan Pangkalan Udara Tanjung Perak.
Pemuda Surabaya menolak ultimatum Sekutu. Semangat Bung Tomo membakar semangat perlawanan. Pertempuran terjadi hingga Brigjen Mallaby tewas di dekat jembatan merah. Akibat kematian Mallaby, Sekutu murka dan melakukan penyerangan besar-besaran pada 10 November 1945. Diperkirakan 16.000 pejuang Surabaya gugur dalam pertempuran ini. Untuk mengenang perjuangan tersebut, 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Palagan Ambarawa
Palagan Ambarawa terjadi antara 20 Oktober hingga 15 Desember 1945 di Ambarawa, Jawa Tengah. Pertempuran ini dipicu oleh warga yang marah karena pasukan Sekutu dan NICA mempersenjatai tawanan perang Belanda. Pada 20 November 1945, TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto bertempur melawan pasukan Inggris.
Rumah-rumah warga dibom. Garis pertahanan dibentuk sepanjang rel kereta api. Dari Magelang, pasukan TKR melakukan serangan fajar. Bala bantuan dari Yogyakarta turut serta dalam perlawanan. Pada 26 November 1945, Letnan Kolonel Isdiman gugur, dan digantikan oleh Kolonel Soedirman. Pada 12 Desember 1945, TKR berhasil mengepung kedudukan musuh. Pada 15 Desember 1945, pasukan Inggris mundur ke Semarang.
Bandung Lautan Api
Pada 24 Maret 1946, rakyat dan tentara Indonesia membakar seluruh kota Bandung agar tidak dijadikan markas pasukan Sekutu dan NICA. Peristiwa ini dikenal sebagai Bandung Lautan Api. Awalnya, pasukan Sekutu datang pada 12 Oktober 1945, namun NICA ikut serta ingin menguasai kembali Indonesia.
Rakyat diperingatkan untuk meletakkan senjata. Angkatan perang RI menyerang markas-markas Sekutu. Ultimatum dari Kolonel MacDonald tidak dihiraukan. Pada 24 Maret 1946, A.H. Nasution memberikan instruksi untuk membumihanguskan seluruh bangunan di Bandung. Rakyat diungsikan, dan sebelum meninggalkan rumah, mereka membakarnya sendiri. Bandung terbakar dan dikenal sebagai Bandung Lautan Api.
Puputan Margarana
Puputan Margarana terjadi pada 20 November 1946 di Bali. I Gusti Ngurah Rai menjadi tokoh utama dalam pertempuran ini. Pasukan NICA yang membonceng tentara Sekutu datang ke Bali pada 2 Maret 1946. I Gusti Ngurah Rai membentuk Batalyon Ciung Wanara dan basis-basis perjuangan di desa-desa Bali.
Pada 19 November 1946, senjata NICA direbut. Pada 20 November 1946, pasukan Belanda mengepung desa. Meskipun jumlah dan persenjataan kalah, I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya tidak menyerah. Komando puputan diserukan, dan seluruh pasukan Bali gugur di medan laga. Belanda juga mengalami kerugian besar.
Untuk mengenang peristiwa ini, di lokasi Puputan Margarana berdiri Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. I Gusti Ngurah Rai ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Namanya juga diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali dan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI).