
Jumlah Jurnalis yang Gugur di Jalur Gaza Mencapai 240 Orang
Pada hari Sabtu, 23 Agustus 2025, otoritas Palestina di wilayah kantong itu melaporkan bahwa jumlah jurnalis yang gugur akibat serangan Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 telah meningkat menjadi 240 orang. Korban terbaru adalah Khaled Mohammed Al-Madhoun, seorang juru kamera dari Palestine TV.
Serangan Israel terhadap jurnalis tidak hanya mengakibatkan kematian, tetapi juga memicu kekhawatiran terhadap kebebasan pers dan upaya untuk membungkam suara-suara yang mengkritik tindakan pemerintah. Pada 11 Agustus, Al Jazeera melaporkan kematian empat stafnya, termasuk reporter terkenal Anas Al-Sharif, setelah Israel menyerang tenda jurnalis dekat sebuah rumah sakit di Kota Gaza. Militer Israel (IDF) mengklaim serangan tersebut dengan alasan bahwa Al-Sharif bekerja untuk kelompok perlawanan Palestina, Hamas. Namun, Al Jazeera kemudian memperbarui laporannya dan menyebutkan bahwa jumlah stafnya yang tewas akibat serangan Israel menjadi lima orang.
Tahsin al-Astal, wakil ketua Serikat Jurnalis Palestina, memberikan informasi bahwa jumlah jurnalis yang tewas telah bertambah menjadi enam. Dengan kematian 240 wartawan, konflik ini menjadi yang paling mematikan bagi jurnalis dalam sejarah. Angka ini melampaui jumlah korban dari Perang Dunia I dan II (total 68), Perang Vietnam (63), dan Perang Afghanistan (127).
Upaya Israel untuk Membungkam Suara Pers
Aliansi Rakyat Indonesia Bela Palestina (ARI-BP) menyatakan bahwa Israel terus berupaya untuk membungkam kebenaran dengan jumlah jurnalis yang dibunuh di Jalur Gaza. Ketua Komite Pelaksana ARI-BP Zaitun Rasmin mengecam pembunuhan terhadap jurnalis oleh Israel sebagai “sangat keji.” Ia menegaskan bahwa tindakan ini menunjukkan bahwa Israel tidak hanya ingin membunuh manusia, tetapi juga ingin membungkam kebenaran. Menurutnya, mereka tidak ingin ada suara-suara lain selain suara mereka sendiri.
Perang di Jalur Gaza meletus pada 7 Oktober 2023 setelah Hamas meluncurkan serangan roket besar-besaran, menembus perbatasan, dan menewaskan sekitar 1.200 orang di pihak Israel serta menyandera lebih dari 200 orang. Sebagai balasan, IDF melancarkan Operasi Pedang Besi dengan menyerang berbagai target sipil serta memberlakukan blokade total atas Gaza, termasuk menghentikan pasokan air, listrik, bahan bakar, pangan, dan obat-obatan.
Dampak Konflik yang Meluas
Pertempuran yang hanya sesekali terhenti oleh gencatan senjata singkat itu hingga kini telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina dan sekitar 1.500 warga Israel. Konflik ini juga meluas ke Lebanon dan Yaman, bahkan memicu saling serang rudal antara Israel dan Iran. Hal ini menunjukkan bahwa perang di Gaza bukan hanya masalah lokal, tetapi memiliki dampak regional yang signifikan.
Dalam situasi seperti ini, keberadaan jurnalis menjadi sangat penting karena mereka adalah penghubung antara dunia luar dan wilayah yang sedang dilanda konflik. Namun, serangan terhadap jurnalis menunjukkan adanya upaya untuk membatasi akses informasi dan memperkuat narasi tertentu. Tindakan ini tidak hanya merugikan para jurnalis, tetapi juga mengurangi transparansi dan keadilan dalam konflik yang sedang berlangsung.