
DPRD Kabupaten Bekasi Khawatir Kebijakan Penghapusan Tunggakan PBB-P2 Tidak Tepat Sasaran
Kabupaten Bekasi menjadi salah satu wilayah yang menyoroti kebijakan penghapusan tunggakan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat. Keputusan tersebut diambil sebagai upaya untuk meringankan beban masyarakat, namun anggota Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, Jiovanno Nahampun, menyampaikan kekhawatiran terkait penerapan kebijakan ini.
Jiovanno mengatakan bahwa kebijakan penghapusan tunggakan PBB-P2 perlu dilakukan dengan skema yang jelas agar tidak menimbulkan ketimpangan. Menurutnya, sebagian besar piutang PBB-P2 di daerah ini berasal dari kalangan ekonomi menengah atas. Dengan jumlah piutang yang mencapai lebih dari Rp1 triliun, ia mempertanyakan efektivitas kebijakan ini jika diterapkan tanpa pengecekan terlebih dahulu.
“Justru masyarakat biasa yang memiliki satu rumah cenderung lebih patuh dalam membayar pajak. Jadi, kebijakan ini harus dipertimbangkan secara matang,” ujarnya.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Komisi I DPRD Kabupaten Bekasi, banyak tunggakan PBB-P2 berasal dari individu atau keluarga yang memiliki aset cukup besar, seperti rumah dan tanah. Beberapa kasus bahkan menunjukkan nilai tunggakan mencapai ratusan juta rupiah. Contohnya adalah tunggakan sebesar Rp400 juta yang terjadi karena pajak tidak dibayarkan selama bertahun-tahun. Kasus seperti ini sering ditemukan di wilayah perkotaan seperti Cikarang, Tambun, dan Cibitung.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, meskipun penghapusan tunggakan bisa memberikan keringanan bagi masyarakat, hal tersebut harus dilakukan secara selektif. Jika kebijakan ini diberlakukan kepada wajib pajak yang mampu tetapi sengaja lalai, maka potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan terganggu. PAD dari sektor PBB-P2 sangat penting dalam mendukung pembangunan infrastruktur di daerah.
“Jika ingin menghapuskan tunggakan, sebaiknya hanya berlaku bagi warga menengah ke bawah yang benar-benar membutuhkan bantuan. Sementara itu, bagi kalangan menengah atas yang mampu tetapi tidak patuh, upaya penagihan harus ditingkatkan,” katanya.
Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bekasi mencatat bahwa piutang PBB-P2 hingga akhir 2024 mencapai lebih dari Rp1 triliun. Saat ini, piutang tersebut masih dalam proses penagihan dan belum masuk jatuh tempo pada September 2025.
Kepala Bidang Pengendalian dan Evaluasi Pendapatan Daerah pada Bapenda Kabupaten Bekasi, Fuji Nugraha, menjelaskan bahwa sebagian besar piutang PBB-P2 dimiliki oleh wajib pajak kategori ekonomi menengah atas. Menurutnya, kepatuhan pembayaran pajak lebih tinggi di kalangan masyarakat biasa dibandingkan kalangan menengah atas.
“Ada juga wajib pajak yang menunggak hingga Rp1 miliar karena memiliki lahan yang luas. Oleh karena itu, kami akan meninjau siapa yang paling diuntungkan dari kebijakan ini,” ujar Fuji.
Ia juga menyampaikan bahwa kebijakan penghapusan tunggakan PBB-P2 masih akan dibahas bersama pimpinan. “Kami masih akan membahas persoalan ini bersama pimpinan,” kata dia.