
Penetapan Tiga Tersangka dalam Kasus Sewa Tanah Tower di Desa Jorok
Kejaksaan Negeri Sumbawa telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam penyimpangan sewa tanah pembangunan tower Indosat dan XL. Ketiga tersangka tersebut adalah Mhr, Kepala Desa Jorok, Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa, NTB, serta dua anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), yaitu DS dan Sul. Penetapan ini dilakukan setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang intensif oleh tim Jaksa Penyidik Kejari Sumbawa.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumbawa, Hendi Arifin, membenarkan penahanan ketiga tersangka. Ia menjelaskan bahwa proses penyidikan telah dilakukan dengan melibatkan sejumlah saksi, termasuk mantan Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa, dan anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Selain itu, beberapa warga dari Desa Jorok juga telah diperiksa dan memberikan keterangannya secara intensif.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 (1) huruf a dan b serta ayat 3 UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu, mereka juga diduga melanggar Pasal 55 (1) ke 1 KUHP. Penetapan ini dilakukan karena adanya unsur perbuatan melawan hukum yang terbukti dengan dukungan bukti-bukti dan keterangan saksi yang cukup.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, ketiga tersangka ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Sumbawa. Hal ini bertujuan untuk memperlancar proses penyidikan lebih lanjut dan memastikan kelengkapan berkas perkara.
Proses Penyidikan yang Melibatkan Banyak Pihak
Dalam proses penyidikan, tim Jaksa Penyidik Kejari Sumbawa telah memeriksa belasan pihak terkait. Para pihak ini memberikan keterangannya secara kooperatif, termasuk perantara/penghubung, pihak Indosat, mantan Kepala Desa, Sekretaris Desa, Bendahara Desa, LPM, Kepala Dusun, Karang Taruna, Pengurus PKK, Posyandu, Pengurus Masjid, serta DPMD. Selain keterangan, berbagai dokumen terkait juga telah dikumpulkan sebagai bukti pendukung kasus ini.
Kasus sewa tanah Desa Jorok Utan ini pertama kali muncul ke permukaan pada tahun 2006. Saat itu, tanah negara seluas sekitar 23 are disewa oleh PT EMA untuk pembangunan tower pemancar Indosat. Nilai kontrak awal mencapai Rp 80 juta selama 15 tahun, yang berakhir pada tahun 2021.
Setelah masa kontrak pertama berakhir, dilakukan perpanjangan kembali mulai tahun 2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp 540 juta. Namun, setelah uang kontrak kedua masuk ke rekening Desa pada akhir tahun 2024 lalu, sebagian besar dana tersebut dicairkan sebesar Rp 270 juta untuk LPM setempat sebagai jatah fee. Pencairan uang tersebut dilakukan oleh Bendahara Desa sesuai perintah Kades Jorok Utan. Pada saat itu, tower Indosat telah dijual dan menjadi milik PT EMA.
Tindakan Hukum yang Diambil
Penetapan tersangka ini menunjukkan bahwa pihak berwajib sedang menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengelolaan dana sewa tanah. Proses hukum ini akan terus berlangsung dengan upaya memastikan keadilan dan transparansi dalam pengelolaan aset desa.
Seluruh proses penyidikan dan penuntutan akan dilakukan dengan tetap mengacu pada aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian, masyarakat dapat memantau proses hukum ini sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberantas praktik korupsi di tingkat daerah.