
Dugaan Keterlibatan Gubernur Sumut dalam Korupsi Proyek Jalan
Seorang peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumatera Utara, Elfenda Ananda, mengungkap dugaan keterlibatan Gubernur Sumut Bobby Nasution dalam kasus korupsi proyek pembangunan jalan yang melibatkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Topan Obaja Putra Ginting. Menurut Elfenda, Bobby patut dicurigai terlibat karena adanya pergeseran anggaran APBD Sumut 2025 dari sejumlah dinas ke Dinas PUPR.
Perubahan anggaran tersebut mencapai Rp 425 miliar, sehingga total anggaran Dinas PUPR Sumut tahun ini meningkat menjadi Rp 1,25 triliun dari sebelumnya hanya sekitar Rp 800 miliar. Elfenda menyoroti bahwa pergeseran anggaran itu seharusnya dialokasikan untuk kegiatan produktif seperti alat pertanian atau permodalan usaha kecil. Namun, justru digunakan untuk pembangunan jalan. Di sisi lain, di usaha-usaha produktif tidak ada fee seperti di Dinas PUPR.
“Terbukti pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar yang anggarannya masih digeser dari anggaran dinas lain malah sudah jadi bancakan. OTT (Operasi Tangkap Tangan) Topan Ginting menjadi bukti,” ujar Elfenda.
Penangkapan Terkait Suap dalam Proyek Jalan
KPK menangkap Topan Ginting dan sejumlah orang lainnya pada 26 Juni 2025 di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Penangkapan ini terkait dengan suap dalam proyek pembangunan jalan di Sumut. Proyek pertama berada di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, yaitu pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp 96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar. Proyek kedua berada di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara, yakni preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI untuk tahun anggaran 2023 senilai Rp 56,5 miliar, proyek serupa untuk tahun 2024 senilai Rp 17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk tahun 2025.
Dengan adanya proyek jalan senilai Rp 231,8 miliar, maka pihak Fitra memutuskan ini karena sudah ada pergerakan uang. KPK hingga saat ini belum memeriksa Bobby Nasution dalam perkara tersebut. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan pihaknya akan memanggil Bobby jika memang penyidik membutuhkan keterangannya.
Dugaan Perubahan Anggaran di Era Penjabat Gubernur
Elfenda juga menyatakan praktik pergeseran anggaran itu terjadi di era Penjabat Gubernur Sumatera Utara Agus Fatoni. Proyek jalan Sumatera Utara yang kemudian diusut oleh KPK, kata Elfenda, sebenarnya belum ada anggarannya. Padahal uang untuk pembangunan jalan masih dicari dan akan digeser dari dinas-dinas lain ke Dinas PUPR. Seolah-olah anggaran proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar itu sudah tersedia sehingga kontraktor tergiur dan berani memberikan imbalan alias uang muka. Semua itu terjadi diawali dari keinginan Gubernur Sumut Bobby Nasution membangun jalan meski anggaran belum tersedia.
Kritik terhadap Efisiensi Anggaran
Elfenda pun mengkritik cara Bobby melakukan efisiensi anggaran dengan cara memotong anggaran dari dinas yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Dia menyatakan Bobby mengalihkan anggaran itu untuk pembangunan jalan dengan dalih situasi darurat. Tim efisiensi APBD bentukan Bobby Nasution tidak boleh melakukan pemotongan anggaran dari berbagai dinas dan mengalihkannya dengan dalih situasi darurat untuk pembangunan jalan di Sumut. Pembangunan jalan bukan termasuk kategori darurat sesuai Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 1 Tahun 2025 yang selalu dijadikan dasar hukum oleh pemerintah daerah melakukan pergeseran anggaran.
Tim Efisiensi APBD yang Sarat Nepotisme
Menurut Elfenda, tim efisiensi APBD seharusnya hanya berfungsi sebagai menyarankan efisiensi anggaran, bukan mengalihkannya apalagi sampai ikut mengeksekusi. Apalagi, menurut dia, tim efisiensi APBD bentukan Bobby Nasution sarat dengan nepotisme. “Saya dengar dan ikuti dalam pemberitaan, tim efisiensi APBD Sumut bentukan Bobby sebagian besar tim sukses dan keluarga dan sepupu Bobby. Beberapa diantaranya mantan tim pemenangan Bobby bernama Yudha Johansyah dan Firsal Mutyara. Mestinya tim efisiensi anggaran bukan tim sukses apalagi keluarga agar tidak ada konflik kepentingan.”
Pengakuan dari Pejabat dan Komentar dari Tokoh
KPK sebelumnya telah memanggil Deddy Rangkuti yang merupakan sepupu Bobby Nasution. Ia diperiksa KPK di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Padang Sidimpuan, Sumut, 15 Agustus 2025. Deddy Rangkuti dan saudaranya Ricky Rangkuti disebut ikut membas pergeseran APBD Sumut 2025 termasuk usulan sejumlah proyek pembangunan jalan di Sumut senilai Rp 231,8 miliar. Tempo pun telah menghubungi Deddy Rangkuti. Namun telepon dan pesan singkat yang Tempo layangkan belum ia balas hingga berita ini diturunkan.
Mantan bendahara tim pemenangan Bobby sekaligus Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Firsal Mutyara, mengatakan ia selalu berkomunikasi dan memberikan pandangan kepada gubernur dan forum komunikasi pimpinan daerah mendorong perkembangan ekonomi Sumut. “Saya selalu berkomunikasi kepada gubernur dan memberikan pandangan. Saya kurang tau mengenai yang lainnya.” kata Firsal yang juga menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Sumut.
Perubahan Anggaran yang Dilakukan Tanpa SK
Salah satu pejabat Eselon III Dinas Sosial Sumut mengatakan, APBD Sumut 2025 telah dirombak sebanyak empat kali oleh tim bayangan bentukan Gubernur Sumut Bobby Nasution. Tim tersebut, katanya, bekerja tanpa SK dan melakukan pergeseran mata anggaran secara ugal-ugalan termasuk di Dinas Sosial. “Anggaran di semua dinas dievaluasi. Kami setuju perjalanan dinas dipangkas demi efisiensi anggaran, namun banyak anggaran yang bersentuhan dengan hajat hidup orang banyak dialihkan ke pembangunan infrastruktur. Pemotongan anggaran dilakukan tanpa konsultasi dengan kepala dinas. Padahal program sudah disusun oleh Tim Anggaran Pemerintahan Daerah atau TAPD.” kata pejabat tersebut.