
Skema Penyelewengan Kuota Haji 2024 Terungkap
Kasus dugaan korupsi kuota haji tahun 2024 yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan adanya skema penyelewengan yang kompleks. Dalam penyelidikan, KPK mengungkap bahwa uang yang terkumpul dari pembagian kuota haji tersebut tidak hanya berada di tangan satu orang, tetapi melalui beberapa tingkatan. Hal ini disampaikan oleh pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu.
Asep menjelaskan bahwa sistem pengepul uang dalam kasus ini berlangsung secara bertingkat, baik di level biro haji maupun di Kementerian Agama. Menurutnya, pengumpulan dana tidak dilakukan langsung oleh satu individu, melainkan melalui berbagai lapisan. “Juru simpan ini kan bertingkat ya, maksudnya, jadi pengumpul itu tidak hanya langsung dari satu orang,” katanya.
Dalam skema ini, setiap biro haji memiliki peran masing-masing dalam mengumpulkan dana. Uang yang terkumpul kemudian dialirkan ke asosiasi haji, dan selanjutnya disetorkan ke pengepul uang yang ada di Kementerian Agama. Asep menegaskan bahwa oknum-oknum di Kemenag juga memiliki struktur hierarkis, mulai dari tingkat pelaksana hingga Direktorat Jenderal dan pihak-pihak yang lebih atas.
Menurut informasi yang diperoleh KPK, dana yang berasal dari kuota haji khusus ini dikumpulkan oleh sejumlah biro perjalanan haji. Setiap agen memiliki kuota berbeda-beda, dengan biro besar biasanya mendapat kuota yang lebih besar dibandingkan biro kecil. “Mungkin kalau biro yang besar dapat kuotanya lebih besar. Kalau biro yang kecil, ya, kebagian 10 atau dibuat 10. Jadi sesuai dengan biro,” ujarnya.
Pembagian kuota haji ini tidak gratis. Setiap biro perjalanan harus membayar biaya tertentu untuk mendapatkan satu kursi. Besaran biaya yang dikeluarkan berkisar antara US$ 2.700 hingga 7.000 atau sekitar Rp 42-115 juta. Meski demikian, Asep belum mengungkapkan identitas penerima maupun pemberi uang tersebut.
Asep memastikan bahwa aliran dana dalam kasus ini tidak langsung dari agen travel ke pucuk pimpinan di Kementerian Agama. Uang tersebut dialirkan melalui sejumlah perantara seperti kerabat atau staf ahli yang ada di lingkungan Kemenag.
Perbandingan dengan Kasus Korupsi Lain
Ahli anti pencucian uang, Ardhian Dwiyoenanto, menyatakan bahwa ada indikasi adanya skema pengepul uang dalam dugaan korupsi kuota haji 2024. Ia memperkirakan jumlah uang yang dikumpulkan dalam kasus ini lebih besar dibandingkan dengan kasus korupsi sertifikasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Ada potensi gatekeeper scheme, skema penjaga pintu di kasus ini (kuota haji). Lebih besar ini dibanding Noel (Immanuel Ebenezer). Lebih besar Kementerian Agama ini,” kata Ardhian.
Ia menilai bahwa kedua kasus korupsi ini memiliki kesamaan, yaitu sama-sama memeras masyarakat. Dalam kasus kuota haji, para agen perjalanan haji meminta uang kepada calon jemaah haji dengan alasan agar proses keberangkatan bisa dipercepat. Sementara itu, di kasus K3, perusahaan jasa K3 meminta uang kepada buruh atau perseroan agar penerbitan sertifikat K3 bisa lebih cepat.
Meski demikian, Ardhian enggan memberikan detail tentang jumlah uang yang dikumpulkan dalam dugaan korupsi kuota haji. Alasannya adalah karena proses penghitungan masih dilakukan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).