
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan di Pati Dikaitkan dengan Efisiensi Anggaran
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati berkaitan dengan kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran. Hal ini disampaikan oleh Bhima saat memberikan respons atas pidato Presiden Prabowo dalam Sidang Tahunan MPR bersama berbagai elemen masyarakat sipil.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menyatakan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) berhasil menciptakan lapangan kerja baru serta meningkatkan prestasi siswa. Namun, Bhima menilai bahwa dampak MBG terhadap daya beli masyarakat tidak begitu signifikan. Menurutnya, kenaikan pajak di Pati terkait langsung dengan relokasi dana efisiensi dari pemerintah pusat ke program MBG.
“MBG salah satunya adalah hasil dari efisiensi belanja pemerintah pusat yang dialihkan kepada MBG,” ujar Bhima. Ia menjelaskan bahwa akibat efisiensi tersebut, pemerintah daerah terpaksa mencari cara instan untuk meningkatkan pendapatan, salah satunya dengan menaikkan pajak PBB.
Selain itu, Presiden Prabowo juga menyebutkan bahwa pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 335 triliun untuk MBG tahun depan. Angka ini mencakup 44,2 persen dari total anggaran pendidikan sebesar Rp 757,8 triliun. Namun, Bhima menyoroti penurunan belanja modal pemerintah dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 menjadi Rp 274,2 triliun, turun dari Rp 344,3 triliun pada APBN 2025. Penurunan sebesar 20,4 persen ini dikhawatirkan akan memperlambat pembangunan infrastruktur.
Pengurangan Dana Transfer Daerah dan Sentralisasi Fiskal
Bhima juga menyoroti pengurangan dana transfer ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026, yang ditetapkan sebesar Rp 650 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan APBN 2025 yang dialokasikan sebesar Rp 919 triliun. Pengurangan ini, menurut Bhima, menunjukkan adanya sentralisasi fiskal yang semakin kuat.
Ia memprediksi tekanan terhadap daerah akan semakin besar dan merata pada tahun 2026. “Tahun depan akan ada lebih banyak daerah seperti Pati, Jombang, Ponorogo, dan Cirebon yang akan menaikkan pendapatan secara instan,” ujarnya.
Di Kabupaten Pati, kenaikan pajak PBB mencapai 250 persen, yang memicu aksi demonstrasi oleh masyarakat. Mereka menuntut Bupati Pati mundur dari jabatannya. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, menyebutkan bahwa lonjakan serupa terjadi di berbagai daerah lain, termasuk Kota Cirebon.
“Di Kota Cirebon, PBB-P2 naik sangat tinggi, hingga ada kelompok pelaku usaha yang menggugat ke Mahkamah Agung,” kata Herman saat dihubungi.
Pemerintah Bantah Kenaikan PBB Akibat Kurangnya Dana Daerah
Sementara itu, pemerintah membantah bahwa kenaikan tarif PBB-P2 di berbagai daerah disebabkan oleh kurangnya transfer dana ke daerah. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan bahwa keputusan menaikkan pajak PBB merupakan kebijakan setiap pemerintah daerah.
“Menurut pendapat kami, bukan karena anggaran daerah kurang,” ujar dia saat diwawancarai di Istana Kepresidenan.
Kontribusi dari Dani Aswara dan Eka Yudha Saputra dalam penulisan artikel ini.