
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Berbagai Daerah
Bhima Yudhistira, ahli ekonom dari Celios, menyatakan bahwa fenomena kenaikan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) yang terjadi di Pati akan menyebar ke berbagai daerah lainnya. Ia mengungkapkan bahwa hal ini berkaitan dengan pengurangan dana transfer ke daerah (TKD). Anggaran TKD pada tahun 2026 ditetapkan sebesar Rp 650 triliun, yang lebih rendah dibandingkan anggaran tahun ini yang mencapai Rp 919 triliun.
Menurut Bhima, penurunan anggaran tersebut menunjukkan adanya sentralisasi fiskal, yang bertentangan dengan semangat desentralisasi yang muncul saat reformasi. Saat ini, keuangan daerah sudah menghadapi tekanan fiskal akibat efisiensi anggaran. Dengan pengurangan TKD untuk 2026, tekanan fiskal diperkirakan akan semakin besar dan merata.
Dampak Tekanan Fiskal pada Daerah
Bhima menilai, dampak tekanan fiskal akan sangat terasa di daerah yang tidak memiliki sumber daya alam. Hal ini karena daerah-daerah tersebut tidak menerima Dana Bagi Hasil (DBH). Selain itu, tekanan fiskal juga akan dirasakan oleh daerah yang memiliki sumber daya alam. Efisiensi anggaran akan memengaruhi pembiayaan untuk mengatasi kerusakan akibat aktivitas ekstraktif.
Tekanan fiskal disebut bakal mendorong pemerintah daerah untuk mencari jalan paling mudah dalam meningkatkan pendapatan, yaitu melalui pajak dan retribusi. Namun, skema ini akan memberatkan masyarakat. “Yang bisa menyelesaikan masalah adalah evaluasi pemotongan atau efisiensi belanja pemerintah pusat,” ujar Bhima.
Komposisi Dana Transfer ke Daerah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan komposisi TKD terdiri dari beberapa bagian, antara lain:
– Dana Bagi Hasil (DBH): Rp 45,1 triliun
– Dana Alokasi Umum (DAU): Rp 373,8 triliun
– Dana Alokasi Khusus (DAK): Rp 155,1 triliun
– Dana Otonomi Khusus: Rp 13,1 triliun
– Dana Afirmasi Istimewa (Dais) DIY: Rp 500 miliar
– Dana Desa: Rp 60,6 triliun
– Insentif Fiskal: Rp 1,8 triliun
Sri Mulyani menyatakan bahwa penurunan transfer daerah merupakan bagian dari penyesuaian anggaran menyeluruh. Untuk membiayai belanja tersebut, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp 3.147 triliun pada 2026. Target ini naik 9,8 persen dibandingkan perkiraan penerimaan tahun 2025 sebesar Rp 2.865,5 triliun.
Tantangan Pertumbuhan Pendapatan Negara
Target pendapatan tahun depan dianggap sebagai tantangan besar karena pertumbuhan penerimaan negara rata-rata selama tiga tahun terakhir hanya sekitar 5,6 persen. Bahkan, pada tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 0,5 persen. “Bahkan tahun ini diperkirakan hanya tumbuh 0,5 persen,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Aksi Demonstrasi Akibat Kenaikan PBB-P2
Di Pati, kenaikan PBB hingga 250 persen memicu aksi demonstrasi. Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, menyebutkan lonjakan serupa terjadi di berbagai daerah. “Di Kota Cirebon, PBB-P2 naik gila-gilaan, sampai ada kelompok pelaku usaha yang menggugat ke Mahkamah Agung,” kata Herman saat dihubungi.
Penjelasan Pemerintah Terkait Kenaikan Tarif PBB-P2
Sementara itu, pemerintah membantah maraknya fenomena kepala daerah menaikkan tarif PBB-P2 disebabkan karena kurangnya transfer dana ke daerah. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan keputusan menaikkan PBB merupakan kebijakan setiap pemerintah daerah. “Jadi bukan, menurut pendapat kami bukan karena itu (anggaran daerah kurang),” ujar dia kepada wartawan.
Nandito Putra, Dani Aswara, dan Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.