
Eskalasi Serangan Israel di Gaza Memperburuk Kekacauan dan Kekurangan Bantuan
Serangan Israel terhadap wilayah Gaza semakin memperparah kondisi kemanusiaan yang sudah sangat mengerikan. Dalam beberapa hari terakhir, pihak berwenang Israel telah mengumumkan rencana pencaplokan wilayah tersebut, yang akan menyebabkan ratusan ribu warga Palestina harus meninggalkan tempat tinggal mereka. Wilayah selatan Gaza kini menjadi zona konsentrasi bagi para pengungsi yang mencari perlindungan dari serangan intensif.
Menurut laporan yang diterima, jumlah korban jiwa di Jalur Gaza sejak dimulainya agresi pada 7 Oktober 2023 mencapai 61.776 orang. Mayoritas dari korban adalah anak-anak dan perempuan, yang rentan terhadap ancaman kekerasan dan ketidakstabilan. Jumlah korban luka juga meningkat signifikan, dengan angka mencapai 154.906 orang. Banyak dari mereka masih terjebak di bawah reruntuhan bangunan, sehingga sulit untuk mendapatkan bantuan medis yang cepat.
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan bahwa dalam 24 jam terakhir, sebanyak 54 orang tewas dan 831 lainnya luka-luka. Angka ini menunjukkan peningkatan drastis dibandingkan periode sebelumnya, terutama sejak 18 Maret, ketika pendudukan melanggar gencatan senjata. Total korban jiwa sejak saat itu mencapai 10.251 orang, sementara jumlah korban luka-luka mencapai 42.865 orang.
Selain itu, sebanyak 22 pencari bantuan tewas dalam 24 jam terakhir, dengan 269 orang luka-luka. Sehingga total korban pencari bantuan yang tewas di rumah sakit mencapai 1.881 orang, sementara jumlah korban luka-luka mencapai 13.863 orang. Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem kesehatan di Gaza sedang menghadapi tekanan ekstrem akibat konflik yang terus berlangsung.
Dalam waktu 24 jam terakhir, empat kematian akibat kelaparan dan kekurangan gizi dilaporkan terjadi di rumah sakit Gaza. Total kematian akibat masalah nutrisi mencapai 239 orang, termasuk 106 anak-anak. Ini menunjukkan bahwa akses terhadap makanan dan layanan kesehatan sangat terbatas, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan ibu tunggal.
Warga Palestina Mengungsi Akibat Perintah Evakuasi Paksa
Di tengah eskalasi serangan, banyak warga Palestina di wilayah utara Gaza mengungsi ke bagian selatan. Namun, keadaan ini tidak memberikan solusi jangka panjang. Walaa Sobh, seorang wanita yang telah mengungsi dari kota Beit Lahiya ke Kota Gaza, mengungkapkan ketakutan dan kesulitan yang dialaminya. “Kami takut pindah ke tempat lain karena tidak punya tujuan dan tidak memiliki penghasilan,” katanya.
Sobh juga menyampaikan harapan agar pihak berwenang dapat memberikan tempat tinggal dan perlengkapan dasar seperti tenda, terutama bagi para janda, anak-anak, dan orang sakit. “Anda tidak hanya membuat satu atau dua orang mengungsi; Anda juga membuat jutaan orang yang tidak punya tempat tinggal harus mengungsi,” tambahnya.
Hamdan, seorang ibu dari lima anak, juga menyampaikan kekhawatirannya. Ia tidak bisa melarikan diri bersama anak-anaknya dari satu tempat ke tempat lain. “Saya lebih baik menghadapi kematian di sini di Kota Gaza daripada pergi ke al-Mawasi,” katanya.
Konsekuensi Kemanusiaan yang Mengancam
Mohamed Elmasry, profesor di Institut Studi Pascasarjana Doha, menyatakan bahwa konsekuensi kemanusiaan dari perluasan serangan Israel di Gaza akan sangat mengerikan. Warga Palestina telah mengalami 22 bulan pengungsian dan pertumpahan darah, dan kini menghadapi ancaman baru yang lebih besar.
Perluasan serangan ini tidak hanya mengancam nyawa, tetapi juga memperparah kesenjangan sosial dan ekonomi. Banyak keluarga yang hancur oleh konflik ini, dan tanpa dukungan yang memadai, situasi akan terus memburuk. Warga Gaza kini menghadapi tantangan yang sangat berat, dan upaya untuk mencari solusi perdamaian semakin mendesak.