
Kekerasan dan Penderitaan di Jalur Gaza
Lebih dari 62.000 warga Palestina telah tewas dalam perang genosida yang berlangsung hampir dua tahun di Jalur Gaza hingga tanggal 19 Agustus 2025. Penduduk terus mengalami pemboman tanpa henti, tanpa tempat yang aman, kelaparan akibat blokade Israel, serta pembunuhan harian terhadap orang-orang yang putus asa mencari makanan untuk keluarga mereka.
Serangan baru Israel di Jalur Gaza sejak dini hari Selasa menewaskan setidaknya 18 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya. Dalam laporan tersebut, beberapa serangan terjadi di berbagai wilayah seperti Khan Younis, al-Mawasi, Deir al-Balah, dan Kota Gaza. Di Khan Younis, dua warga Palestina, termasuk seorang anak kecil, tewas ketika pasukan Israel menyerang tenda pengungsi. Sementara itu, empat orang lainnya tewas dan beberapa luka-luka setelah pengeboman di al-Mawasi. Di Deir al-Balah, lima jenazah dan beberapa korban luka-luka diterima oleh Rumah Sakit Martir Al-Aqsa setelah serangan terhadap tenda pengungsi. Lima orang lainnya tewas akibat serangan di dekat lokasi Kissufim.
Di Kota Gaza, dua jenazah dan 53 orang terluka dibawa ke Kompleks Medis Shifa setelah penembakan Israel menghantam kerumunan orang yang menunggu bantuan di Zikim. Serangan intensif Israel terhadap kota ini menyebabkan kerusakan besar dan memaksa banyak penduduk mengungsi ke zona selatan. Sebuah sumber medis mengonfirmasi bahwa setidaknya tiga warga Palestina tewas dalam serangan di lingkungan al-Sabra. Media lokal juga melaporkan bahwa seorang jurnalis, Islam al-Koumi, menjadi korban serangan pada Senin.
Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera melaporkan bahwa serangan Israel masih berlangsung tanpa henti di bagian timur Kota Gaza. Ia menjelaskan bahwa Israel menggunakan artileri berat, jet tempur, dan drone untuk menghancurkan rumah-rumah penduduk. Skala kehancuran sangat luar biasa, dengan serangan terjadi siang dan malam.
Banyak warga yang telah mengungsi berkali-kali akibat pemboman kini kembali pindah dari Kota Gaza. Beberapa tetap tinggal di reruntuhan bangunan atau tenda. Bilal Abu Sitta, seorang pengungsi, mengatakan bahwa ia tidak bisa pergi karena biaya pindah terlalu mahal. Sementara itu, Noaman Hamad mengatakan bahwa warga Palestina tidak percaya janji bantuan Israel dan hanya ingin kembali ke rumah mereka.
Gencatan Senjata yang Disambut Hangat
Hamas mengatakan menyetujui proposal gencatan senjata Gaza yang diajukan oleh mediator Qatar dan Mesir. Rancangan kesepakatan tersebut akan memastikan gencatan senjata 60 hari yang akan membebaskan separuh tawanan Israel dan sejumlah tawanan Palestina. Namun, warga Palestina di Gaza masih meragukan harapan ini, mengingat pengalaman masa lalu yang penuh harapan palsu.
Kelaparan yang Disengaja
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lima warga Palestina lainnya meninggal akibat malnutrisi dalam 24 jam terakhir, termasuk dua anak-anak. Hingga 18 Agustus, jumlah orang yang meninggal karena kelaparan mencapai 263 orang, termasuk 112 anak-anak. Program Pangan Dunia (WFP) memperingatkan bahwa lebih dari 320.000 anak di bawah usia lima tahun di Gaza berisiko mengalami malnutrisi akut.
Keluarga-keluarga bertahan hidup dengan kebutuhan pokok yang sangat minim, hampir tanpa keragaman pangan. WFP menyerukan gencatan senjata segera agar bantuan kemanusiaan dapat didistribusikan secara besar-besaran. UNRWA mengatakan anak-anak di Gaza harus bersiap untuk tahun ajaran baru, tetapi justru menghadapi tantangan berat. Anak-anak kehilangan tiga tahun sekolah dan berisiko menjadi “generasi yang hilang”.
Amnesty International mengutuk Israel atas kampanye kelaparan yang disengaja di Jalur Gaza. Dalam laporan mereka, Israel secara sistematis menghancurkan kesehatan, kesejahteraan, dan tatanan sosial kehidupan Palestina. Doctors Without Borders (MSF) melaporkan lonjakan korban jiwa akibat pengepungan Israel dan distribusi bantuan yang terbatas. Nour Alsaqqa dari MSF mengatakan bahwa banyak warga Palestina terluka dan terbunuh saat mencari makanan. Mereka mempertaruhkan nyawa hanya untuk mendapatkan bantuan yang sulit diakses.
Sejak didirikannya lokasi bantuan GHF pada akhir Mei, hampir 2.000 orang telah tewas saat mencoba mengakses bantuan. Situasi ini menunjukkan bahwa perang di Gaza terus berlanjut dengan skala yang sangat mengerikan.