
Israel Memperluas Operasi Militer di Jalur Gaza
Pembangkitan kembali konflik antara Israel dan kelompok Hamas di Jalur Gaza terus berlanjut. Operasi militer Israel yang diluncurkan pada Rabu (20/8/2025) bertujuan untuk merebut Kota Gaza dan menghancurkan sisa-sisa benteng Hamas di wilayah Palestina. Langkah ini menunjukkan bahwa perang yang telah berlangsung selama hampir dua tahun tidak menunjukkan tanda-tanda penyelesaian.
Militer Israel telah memanggil sejumlah besar pasukan cadangan, yaitu sekitar 60.000 tentara, sebagai bagian dari rencana operasi baru. Rencana ini disetujui oleh Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dan akan mendapatkan persetujuan akhir dari kepala staf dalam beberapa hari mendatang. Selain itu, 20.000 prajurit cadangan tambahan juga akan diperpanjang masa tugasnya. Pemanggilan pasukan ini menjadi yang terbesar dalam beberapa bulan terakhir, dengan dampak signifikan terhadap ekonomi dan politik negara tersebut.
Kekhawatiran atas Krisis Kemanusiaan
Kekhawatiran meningkat terkait dampak operasi militer terhadap krisis kemanusiaan di Jalur Gaza. Wilayah ini sudah mengalami blokade selama bertahun-tahun, sehingga akses ke layanan kesehatan, makanan, dan air bersih semakin sulit. Juru bicara utama Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Christian Cardon, menyatakan bahwa serangan Israel “tak tertolerir” dan akan memperburuk kondisi masyarakat yang sudah sangat rentan.
“Meningkatnya permusuhan di Gaza berarti lebih banyak pembunuhan, lebih banyak pengungsian, dan lebih banyak kehancuran,” ujarnya. Ia juga menyoroti bahwa situasi di Gaza seperti ruang tertutup, di mana warga tidak bisa melarikan diri dan akses ke kebutuhan dasar semakin terbatas.
Penolakan Terhadap Perluasan Serangan
Banyak keluarga para sandera dan mantan pejabat militer serta intelijen mengecam rencana perluasan operasi militer di Kota Gaza. Mereka khawatir bahwa serangan akan membahayakan keselamatan para sandera yang masih hidup. Guy Poran, seorang pensiunan pilot angkatan udara, menyampaikan bahwa banyak prajurit cadangan kelelahan setelah menjalani tugas berulang kali selama ratusan hari.
“Bahkan mereka yang secara ideologis tidak menentang perang saat ini atau rencana baru pemerintah pun tidak mau pergi karena kelelahan, keluarga, atau bisnis mereka,” ujarnya.
Perkembangan Terkini Konflik
Israel terus memperkuat serangan terhadap Kota Gaza, termasuk menggusur hampir 1 juta orang dan melakukan “penghancuran sistematis” terhadap rumah-rumah warga Palestina. Hamas menuduh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengabaikan upaya mediator internasional untuk mencapai gencatan senjata. Sementara itu, para pemimpin dunia mengecam persetujuan Israel terhadap proyek perluasan permukiman E1, yang dianggap mengganggu hubungan antara Ramallah dan Betlehem.
Serangan di Gaza pada hari Rabu menewaskan 81 warga Palestina, termasuk 30 pencari bantuan. Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memberikan apresiasi kepada para pejuang cadangan sementara Israel berencana memanggil 60.000 tentara tambahan.
Dampak Global dan Kritik Internasional
AS baru-baru ini menjatuhkan sanksi terhadap pejabat Pengadilan Kriminal Internasional atas penyelidikan pengadilan tersebut terhadap kejahatan perang Israel di Gaza. Tindakan ini menuai kritik dari kelompok hak asasi manusia dan PBB.
Perang Israel di Gaza telah menewaskan 62.192 orang dan melukai 157.114 orang. Sementara itu, sebanyak 1.139 orang tewas di Israel selama serangan 7 Oktober 2023, dengan lebih dari 200 orang ditawan. Kondisi ini menunjukkan bahwa konflik ini tidak hanya merugikan masyarakat Palestina, tetapi juga memiliki dampak global yang signifikan.