
Kritik Menguat terhadap DPR, Publik Kecam Tunjangan Tinggi dan Sikap Anggota Legislatif
Sejumlah peristiwa yang memicu kritik publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus berlanjut sepanjang Agustus 2025. Isu tentang tunjangan besar dan sikap anggota dewan yang dianggap tidak empati menjadi topik utama yang menggemparkan media sosial. Seruan seperti “Bubarkan DPR!” muncul secara masif, menunjukkan penurunan kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyat.
Beberapa isu yang sebelumnya sudah ramai dibahas, seperti gaji dan tunjangan tinggi anggota DPR, semakin menjadi sorotan setelah pernyataan Wakil Ketua DPR Adies Kadir yang disebut salah. Ia menyebutkan bahwa tunjangan beras untuk anggota DPR mencapai Rp 10 juta per bulan dan naik menjadi Rp 12 juta. Selain itu, tunjangan bensin juga meningkat dari Rp 3 juta menjadi Rp 7 juta. Pernyataan ini langsung memicu kemarahan publik karena dianggap tidak realistis dalam situasi ekonomi yang sulit.
Adies akhirnya mengklarifikasi pernyataannya, mengaku bahwa data yang disampaikan tidak benar. Menurutnya, tunjangan beras hanya Rp 200.000 per bulan dan tunjangan bensin tetap sebesar Rp 3 juta. Gaji pokok anggota DPR pun tidak naik selama 15 tahun terakhir. Meski begitu, penjelasan ini tidak cukup meredakan amarah publik yang telah membayangkan besarnya penghasilan anggota DPR.
Selain itu, Nafa Urbach, anggota DPR Komisi IX dari Fraksi NasDem, juga menuai kritik setelah menyampaikan dukungan terhadap tunjangan perumahan senilai Rp 50 juta per bulan. Ia menjelaskan bahwa tunjangan ini diberikan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas yang tidak lagi tersedia. Namun, pernyataannya justru dianggap tidak sensitif oleh publik, sehingga ia akhirnya meminta maaf atas kesalahan penyampaian tersebut.
Tidak hanya itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Syahroni juga membuat pernyataan yang memperkeruh suasana. Ia menyebut para pengkritik DPR sebagai “orang tolol se-dunia”, yang membuat banyak orang merasa dihina. Meskipun ia berjanji akan lebih hati-hati dalam menyampaikan pendapat, pernyataan tersebut tetap mendapat kritik keras dari masyarakat.
Sementara itu, Eko Patrio, mantan komedian yang kini menjadi anggota DPR, juga turut memancing kontroversi dengan mengunggah parodi yang dianggap menantang. Video tersebut dianggap tidak sesuai dengan situasi yang sedang dialami masyarakat. Meski akhirnya ia meminta maaf, banyak warganet merasa bahwa sikapnya tidak empatik terhadap keluhan rakyat.
Puncak dari kekecewaan publik terjadi pada Senin (25/8/2025), saat ribuan demonstran berkumpul di kawasan Senayan. Poster-poster tuntutan seperti “DPR: Dewan Pembeban Rakyat” dan “Bubarkan DPR” dibentangkan. Aksi damai ini berubah menjadi ricuh setelah aparat melakukan tindakan represif, termasuk menyemprot air dan menembakkan gas air mata. Banyak fasilitas umum dirusak, motor dibakar, dan pos polisi menjadi sasaran amukan massa.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai bahwa sikap DPR yang menyetujui tunjangan besar menunjukkan hilangnya rasa krisis. Ia menilai bahwa jika DPR memiliki sense of crisis, mereka akan lebih memilih menggunakan fasilitas rumah dinas daripada menerima tunjangan besar. Lucius juga menyoroti bahwa capaian DPR periode 2024-2029 dinilai minim. Dari 42 RUU prioritas tahun 2025, hanya satu yang disahkan, yaitu revisi UU TNI. Sementara itu, RUU lain yang disahkan berasal dari daftar kumulatif terbuka.
Lucius menegaskan bahwa dengan tunjangan besar yang diterima, DPR seharusnya bekerja maksimal demi rakyat. Sayangnya, tunjangan tersebut justru membuat anggota DPR menjadi terlalu nyaman dan kurang responsif terhadap kebutuhan masyarakat.