
Forsikap dan Ulama A’wan PBNU Minta KPK Segera Tetapkan Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji
Forsikap (Forum Silaturrohim Kiai dan Pesantren) serta para ulama A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengajukan permintaan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Permintaan ini disampaikan melalui perwakilan Forsikap sekaligus A’wan PBNU, Abdul Muhaimin, saat mengunjungi Gedung Merah Putih KPK di Jakarta pada Jumat, 26 September 2025.
Abdul Muhaimin menyatakan bahwa keinginan masyarakat untuk mengetahui peta dan anatomi kasus tersebut sangat penting. Ia menekankan perlunya proses penyidikan yang transparan dan adil agar tidak terjadi kesalahpahaman atau penyalahgunaan informasi.
“Lebih cepat lebih baik karena kami ingin tahu persis peta dan anatomi yang terjadi,” ujarnya. Menurutnya, penjelasan dari KPK harus jelas dan tidak menyentuh institusi-institusi yang tidak terlibat secara langsung. “Hanya beberapa orang, tetapi seluruh Indonesia akhirnya komplain ke saya, bagaimana ini peta dan anatominya? Itu harus jelas segera dinyatakan.”
Meskipun demikian, Forsikap tetap percaya terhadap kinerja KPK. Abdul Muhaimin menegaskan dukungan penuh terhadap lembaga antirasuah tersebut. “Kami sangat mendukung KPK dalam arti tidak hanya mendukung secara verbal, bahkan tadi di akhir pertemuan kami doa. Ya, kami doakan KPK tidak muntir.”
KPK Ajak Masyarakat Menunggu Proses Penyidikan
Di sisi lain, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengimbau semua pihak, termasuk Forsikap, untuk menunggu proses berikutnya dari penyidikan kasus kuota haji. Ia menegaskan bahwa KPK akan secara terbuka menyampaikan konstruksi perkara tersebut.
“Kita tunggu saja perkembangannya seperti apa. Nanti KPK tentu akan secara terbuka menyampaikan secara utuh konstruksi perkara ini,” katanya.
KPK telah memulai penyidikan perkara dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024, yaitu pada 9 Agustus 2025. Sebelumnya, KPK telah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam penyelidikan kasus tersebut pada 7 Agustus 2025.
Pada kesempatan itu, KPK juga menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus kuota haji tersebut. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri, salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat dalam kasus tersebut.
Pansus Angket Haji DPR RI Temukan Kejanggalan
Selain ditangani oleh KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024. Salah satu poin utama yang disoroti adalah pembagian kuota haji 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk kuota haji khusus. Namun, hal ini bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. Hal ini menjadi sorotan utama dalam laporan Pansus Angket Haji DPR RI.