
Sidang Korupsi Puskesmas Cisitu Kembali Digelar
Sidang kasus korupsi pembangunan Puskesmas Cisitu di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat kembali digelar hari ini, Senin 29 September 2025. Dalam sidang ini, terdakwa Indrawati dan RD Maulani Nur Fatimah akan menghadapi agenda pembelaan. Sebelumnya, jaksa penuntut umum telah menuntut kedua terdakwa dengan hukuman satu tahun enam bulan penjara.
Sidang yang berlangsung di Ruang Sidang PHI 3 atau ruang Soerjadi akan dimulai pukul 10.00 WIB. Jaksa penuntut umum, Patar Bob Clinton S.H., dalam amar tuntutannya meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menghukum terdakwa dengan pidana selama satu tahun enam bulan, dikurangi masa tahanan. Selain itu, terdakwa juga dikenakan denda sebesar Rp 50 juta, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan kurungan selama tiga bulan.
Terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 707.005.601, yang telah dititipkan kepada jaksa untuk dikompensasikan sebagai bentuk ganti rugi negara. Uang tersebut berasal dari dana yang dialokasikan untuk pembangunan Puskesmas Cisitu Tahun Anggaran 2023.
Tuntutan Jaksa Terkait Pasal Pidana Korupsi
Jaksa menyatakan bahwa terdakwa Indrawati dan RD Maulani Nur Fatimah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai pasal 3 jo pasal 18 UU Tipikor. Tuntutan ini didasarkan pada perbuatan mereka yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 801.534.601 akibat dana sebesar Rp 4,17 miliar yang dicairkan dalam proyek pembangunan Puskesmas Cisitu.
Dalam prosesnya, terdakwa tidak hanya melanggar aturan pembangunan, tetapi juga tidak melakukan pemeliharaan serta tidak menerima pencairan 100 persen anggaran. Hal ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara realisasi proyek dengan rencana awal, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Kronologi Kasus Korupsi
Kasus ini pertama kali muncul setelah adanya temuan dari Probity Audit Inspektoran Sumedang. Temuan tersebut mencakup berbagai pelanggaran, seperti keterlambatan dalam pengerjaan, penggantian spesifikasi tanpa izin, beton yang tidak sesuai standar, sumur bor yang tidak memenuhi syarat, serta pengujian instalasi yang tidak dilakukan. Bahkan, dokumen PHO (Pengadaan Hasil Operasional) dan FHO (Fase Hasil Operasional) dipalsukan.
Dalam kasus ini, terdakwa RD Maulani Nur Fatimah bertindak sebagai penyedia pembangunan, sementara Indrawati selaku Direktur CV Indrawati dan Rifqi Z. Fathurachman sebagai konsultan serta Reny Kurniawati Anton sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) turut terlibat. Menurut jaksa, Reny Kurniawati Anton menyetujui pembayaran meskipun tidak sesuai prosedur dan tanpa sertifikasi pengadaan.
Pelanggaran Proses Pengadaan
Selain itu, ada indikasi adanya pelanggaran proses pengadaan yang dilakukan oleh terdakwa. Penyimpangan ini termasuk penggunaan dana yang tidak transparan, serta tidak adanya pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan proyek. Akibatnya, pembangunan Puskesmas Cisitu tidak sesuai dengan RAB (Rencana Anggaran Biaya) dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan.
Peristiwa ini menjadi bukti nyata bahwa korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak pada kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Dengan demikian, sidang ini menjadi momen penting dalam upaya memastikan keadilan dan transparansi dalam pengelolaan dana publik.